Kawasan Condet,Cagar Budaya
Condet adalah salah satu daerah di Kecamatan Kramat Jati yang terdiri
dari 3 kelurahan, yaitu Batuampar, Balekambang dan Kampung Gedung.
Condet berasal dari nama sebuah anak sungai Ci Liwung, yaitu Ci Ondet.
Ondet atau Ondeh atau Ondeh-ondeh adalah nama pohon yang nama ilmiahnya
Diandrum Sprg termasuk famili Andtidesmaeae (Fillet, 1888:128), semacam
pohon buni yang buahnya bisa dimakan. Selain itu, terdapat juga cerita
yang beredar di masyarakat bahwa kata Condet berasal dari nama seseorang
yang memiliki kesaktian dan memiliki bekas luka diwajahnya (codet),
orang sakti tersebut sering muncul di Batu Ampar, Balekambang dan
Pejaten. Ada lagi yang mengatakan bahwa orang yang memiliki kesaktian
tersebut adalah Pangeran Geger atau Ki Tua.
Ada beberapa peninggalan purbakala yang usianya diperkirakan berasal
dari periode 1500-1000 SM, yang berhasil ditemukan berupa Kapak, Gurdi
dan Pahat dari batu. Ini menandakan bahwa kawasan Condet sudah terbangun
sejak ratusan tahun yang lalu. Sebagai salah satu perkampungan tua di
Jakarta, wilayah Condet memiliki keunikan. Berbeda dengan kawasan kota
tua Jakarta lainnya, di Condet sejak tahun 1980an semakin sulit
menemukan bangunan-bangunan tempo dulu. Pernah ada di ujung selatan
Jalan Raya Condet terdapat bangunan tua peninggalan Belanda, masyarakat
menyebutnya Gedung Tinggi atau Gedung Kidekle tepatnya di Jl. Simatupang
(saat ini) posisinya persis menghadap ke utara jalan raya condet.
Condet kaya akan budaya betawi yang tersebar dipelosok kawasannya.
Kawasan Condet pada dasarnya merupakan pusat budaya betawi, bahkan
menjadi tempat asal mula sejarah betawi, mengingat banyak aset-aset
budaya betawi masih terpelihara dengan baik, seperti alat musik
tanjidor, terompet dan alat musik betawi lainnya. Selain itu grup
kesenian betawi juga berkembang pesat di kawasan ini, seperti sanggar
tarian betawi dan sanggar musik betawi. Menelusuri kawasan Condet seakan
mengingatkan tokoh betawi yang pemberani dan tegas yakni Haji Entong,
dikenal berani menentang kolonial Belanda kala itu atau Pangeran Geger,
Pangeran Purbaya yang telah menghiasi budaya betawi.
Pada tahun 1974, Condet sempat dijadikan pusat cagar budaya Betawi oleh
Gubernur DKI Jakarta Bpk. Ali Sadikin, namun pada tahun 2004 cagar
budaya Betawi dipindahkan ke Situ Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Dahulu Condet ini menjadi sentral buah duku dan salak, yang dikenal
dengan Duku Condet dan Salak Condet. Hal tersebut dikarenakan dahulu
kawasan ini penuh hamparan pohon salak dan duku. Kini menjelajahi
kawasan Condet sudah jauh berubah tidak lagi hamparan pohon duku dan
tanaman salak condet yang terkenal enak serta manis, namun sekarang
kawasan condet penuh dengan bangunan-bangunan mewah baik pertokoan,
perumahan dan pemukiman penduduk yang kian memadati kawasan Condet.
Di kawasan condet terdapat banyak warga keturunan Arab. Memasuki
kawasan Condet dari Kramat Jati setelah melewati tempat peribadatan
Al-Hawi, kita dapati deretan pertokoan dan penjual busana muslim yang
juga menawarkan produk barang dari Tanah Suci termasuk air zamzam,
kacang arab, kurma dan lainnya. Selain itu banyak terdapat juga
toko-toko penjual minyak wangi dan rumah makan yang menyediakan masakan
Timur Tengah, seperti nasi kebuli dan nasi mandhi.
Warga Condet cukup dekat dengan tradisi-tradisi Arab, khususnya ajaran
yang dikembangkan dari Hadramaut, Yaman Selatan, seperti acara Maulid
Nabi. Imigran dari Hadramaut berdatangan ke nusantara pada abad ke-19.
Ini terjadi seiring dengan mulai beroperasinya kapal uap yang
menggantikan kapal layar, hingga pelayaran lebih cepat dan aman.
Tidak ada komentar