Entong Gendut
Seorang jagoan (jawara)
dari Condet. Terkenal amat teguh memegang prinsip, pernah ada tawaran
dari Belanda untuk menjadi raja muda di Condet tetapi ditalaknya,
sehingga meletuslah perang di Condet. Ia gugur ditembak peluru Kompeni,
ketika melakukan penyerbuan ke rumah tuan tanah di Kampung Gedong.
Untuk mengenang jasanya, namanya pernah diabadikan untuk nama sebuah jalan. Namun dalam perkembangan diganti menjadi Jl. Ayaman, nama seorang tuan tanah yang pernah tinggal di tempat tersebut. Semasa hidupnya ia telah mengerjakan ibadah haji, maka nama lengkapnya Haji Entong Gendut.
Untuk mengenang jasanya, namanya pernah diabadikan untuk nama sebuah jalan. Namun dalam perkembangan diganti menjadi Jl. Ayaman, nama seorang tuan tanah yang pernah tinggal di tempat tersebut. Semasa hidupnya ia telah mengerjakan ibadah haji, maka nama lengkapnya Haji Entong Gendut.
Menurut berbagai sumber, pada masa
penjajahan Belanda rakyat Condet hidup dalam tekanan pihak Kompeni dan
para tuan-tuan tanah yang bermarkas di Kampung Gedang. Seluruh tanah
Condet (bahkan sampai di Tanjung Timur dan Tanjung Barat) dikuasai oleh
tuan tanah. Rakyat diharuskan membayar pajak, yang ditagih oleh para
mandor dan centeng tuan tanah. Pajak (blasting) sebesar 25 sen
yang harus dibayarkan setiap minggu dinilai sangat berat oleh rakyat,
karena harga beras masa itu hanya sekitar 4 sen per kilogram. Apabila
terdapat penduduk yang belum membayar blasting, maka mereka
diharuskan melakukan kerja paksa mencangkul sawah dan kebun Kompeni
selama sepekan. Bahkan jika ada pemilik sawah atau kebun yang belum
membayar pajak Kompeni hukumannya lebih berat, yakni hasil sawah dan
kebunnya tidak boleh dipanen.
Menyaksikan semua penderitaan rakyat
itulah, timbul kemarahan dalam diri Tong Gendut. Ia kumpulkan seluruh
rakyat Condet dan mengibarkan panji perang melawan Kompeni. Pada tanggal
5 April 1916 berkabarlah perang di Landhuis (dikenal sebagai villa
Nova) yang ditempati Lady Lollison dan para centengnya. Entong Gendut
bersama sekitar 30 pemuda Condet menyerbu, namun setelah datang bala
bantuan dari Batavia pemberontakan tersebut dapat dipadamkan. Entong
Gendut meninggal tertembus peluru Kompeni.
Mengenai kematian Entong Gendut terdapat
berbagai versi: 1) Entong Gendut meninggal bukan di Kampung Gedong
namun di Batuampar, saat melewati sungai karena dikejar-kejar Kompeni;
2) Jenazah Entong Gendut diangkut oleh Kompeni, kemudian diceburkan ke
laut. Bahkan makamnya pun tak diketahui rimbanya, ada yang mengatakan di
Kemang, Jakarta Selatan, namun ada juga yang mengatakan di Kampung
Wadas, Bogor. Saat meninggal Entong Gendut meninggalkan tiga anak, yaitu
Abdul Fikor, Aiyoso, dan Aisyah.
Tidak ada komentar